Gambar: KPAD Labura saat audiensi dengan Kapolsek Kualuh Hulu beberapa waktu lalu
LABURA(Portibi DNP): Kasus dugaan rudapaksa terhadap Mawar (nama samaran), 14 tahun, anak di bawah umur yang dilakukan oleh MHI alias Ayub, warga Desa Kuala Beringin dan TMS, warga Kelurahan Aek Kanopan, 2 personel Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kabupaten Labuhanbatu Utara (Labura), ternyata sudah diselesaikan dengan jalan damai secara kekeluargaan.
Muli, Ibu Mawar, kepada Portibi DNP mengaku sudah melakukan perdamaian dengan kedua pelaku. Katanya, perdamaian itu terjadi setelah adanya upaya mediasi yang dilakukan oleh Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) Labura. Muli juga mengakui, dalam perdamaian itu mereka menerima uang Rp. 10.000.000. Cerita Muli, perdamaian itu dilakukan di hadapan Kepala Desa Bandar Lama, Kepala Dusun III, dan Ketua KPAD Labura.
Baca: Guru PPPK di Labura Aniaya Meylandini Sihombing
“ Ya Pak, kami sudah berdamai secara kekeluargaan. Macam manalah kami bilang ya Pak, kami yang penting anak kami bisa bersekolah, “ kata Muli, polos, saat dikonfirmasi Portibi DNP, Selasa, 25 Februari 2025.
Terpisah, Ketua KPAD, H. Idris Aritonang, membantah informasi yang menyebutkan KPAD Labura turut andil dalam perdamaian itu, Idris Aritonang mengaku pihaknya hanya berperan sebagai fasilitator, tanpa mencampuri lebih jauh. Ia juga menegaskan, KPAD Labura akan terus mengawal proses hukum atas kasus ini, meski pun disebutkan hal itu terjadi didasari mau sama mau, tanpa unsur paksaan.
“ Setelah kita periksa, ternyata mereka mau sama mau. Apapun itu alasannya, KPAD tidak membenarkannya. Urusan damai, merekalah itu, intinya kasus ini akan kita kawan terus, “ kata Idris via chat whatsapp, Selasa 25 Februari 2025.
Ditanya apakah kasus ini sudah dilaporkan ke polisi, Idris berkelit bahwa itu kembali kepada keluarga korban yang bersedia atau tidak untuk membuat laporan. Kata Idris, KPAD hanya bertugas dalam pendampingan saja.
“Apabila nanti sudah lengkap dengan bukti yang pasti, akan kita gelar rapat dengan UPTD dan kita giring ke pihak hukum, asalkan pihak korban mau ikut membuat laporan, “ kata Idris lagi.
Baca: BPPH PP Labura Desak APH Periksa Manajemen BRI Unit Londut
Sekedar informasi, dikutip dari berbagai sumber, kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur bukanlah termasuk dalam delik aduan yang bisa diproses hukum jika ada tuntutan dari korban dan keluarganya. Anggota DPR-RI periode 2019 – 2024, Adde Rosi Khoerunnisa pernah menegaskan bahwa sesuai Undang Undang No 12 tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS), kekerasan seksual terhadap anak bukanlah delik aduan, melainkan termasuk dalam delik biasa atau pidana umum, sehingga prinsip restoratif justice tidak dapat diterapkan.
“Yang namanya pelecehan seksual apabila korbannya di bawah umur atau korbannya kaum disabilitas bukanlah delik aduan, tapi delik umum artinya kasus tersebut tidak bisa direstorative justice,” ujar Adde kepada media, Jumat (2/5/2023), demikian dikutip dari emedia.dpr.go.id. (renz)