MEDAN (Portibi DNP) : Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara telah selesai melakukan pemeriksaan atas laporan keuangan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat Tahun Anggaran (TA) 2021. Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) ini pun dikeluarkan pada tanggal 22 Mei 2022, dengan nomor : 61.B/LHP/XVIII.MDN.05/2022. Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK, ditemukan adanya kelebihan pembayaran dana BOS dan pertanggungjawaban dana BOS tidak diyakini kebenarannya.
Menyikapi hal ini, pengacara S.Matondang SH mengatakan, ada dua frasa yang terjadi pada temuan tersebut. Frasa pertama mengenai adanya kelebihan pembayaran. Dan, Frasa kedua mengenai tidak diyakini kebenarannya. Ia menilai, kelebihan pembayaran belum serta merta disebut sebagai sebuah kerugian negara, jika selanjutnya ada pengembalian kelebihan bayar dalam waktu 60 hari sejak rekomendasi tersebut.
“Artinya, kesalahan para Kepsek SMPN yang ada di Kabupaten Langkat adalah kesalahan administrasi,” katanya kepada portibi.id, Sabtu (28/01/2023). Menurutnya, hal itu sesuai dengan empat intruksi yang dikeluarkan oleh Presiden Joko Widodo. Pertama, setiap diskresi keuangan tidak bisa dipidanakan. Apabila ada kesalahan administrasi, maka akan ditindaklanjuti terlebih dulu oleh aparat internal pengawasan pemerintah sesuai dengan Undang-undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Kedua, Jokowi meminta setiap ada kerugian dalam tindakan administrasi pemerintah, maka dibawa ke jalur perdata dengan membayar ganti rugi atas kesalahan administrasi yang dilakukan. Ketiga, Presiden meminta Aparat Penegak Hukum (APH) bisa benar-benar teliti dalam melihat kerugian negara atas dasar niat mencuri. “Terakhir, tidak boleh dilakukan ekspos tersangka sebelum dilakukan penuntutan,” ungkapnya.
Artinya, sambungnya, para Kepsek terbebas dari perbuatan Fraud (kecurangan, red) atau korupsi. Meski begitu, tambahnya, ada Frasa yang harus diselidiki oleh Aparat Penegak Hukum (APH). Yaitu, Frasa tidak diyakini kebenarannya.
“Instruksi ketiga Presiden inilah yang harus dilakukan dan dilaksanakan APH untuk melihat kerugian negara atas dasar niat mencuri,” tegasnya.
Dijelaskannya, berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang perbendaharaan negara, yaitu pasal 64 ayat (1) disana dikatakan, “Bendahara, pegawai negeri bukan bendahara dan pejabat lain yang telah ditetapkan untuk mengganti kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administrasi dan/atau sanksi pidana”.
“Dengan adanya sanksi pidana pada pasal ini, maka setiap hasil pemeriksaan (LHP) BPK yang mengandung indikasi merugikan keuangan negara seyogyanya harus dilaporkan ke instansi berwenang (Kejaksaan dan POLRI). Karena, untuk melihat apakah terjadinya kerugian negara itu diakibatkan adanya perbuatan melawan hukum merupakan wewenang penyidik. Kewenangan BPK hanya pada menetapkan ganti rugi yang merupakan sanksi administrasi. Sementara penegak hukum adalah menemukan adanya perbuatan pidana. Dan untuk selanjutnya memberikan sanksi pidana,” katanya mengakhiri.
Untuk diketahui, berdasarkan data laporan keuangan Pemkab Langkat TA 2021, tercatat beberapa Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN yang ada di Kabupaten Langkat mengembalikan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Totalnya pun tak tangung-tanggung. Sekitar 1 miliar lebih. Para Kepsek mengembalikan uang lantaran terjadi kelebihan pembayaran dana BOS dan pertanggungjawaban dana BOS tidak diyakini kebenarannya.
Diantaranya, terdapat bukti pertanggungjawaban belanja barang dan jasa yang lebih besar dari kondisi senyatanya sebesar Rp334.869.929. Terdapat kekurangan volume atas belanja modal dana BOS sebesar Rp137.146.204. Terdapat SPJ belanja barang dan jasa serta belanja modal yang tidak dilakukan pembelian sebesar Rp175.512.696. Pembayaran honor penyusunan laporan dana BOS sebesar Rp81.988.221 tidak sesuai petunjuk teknis.
Terdapat belanja dana BOS untuk biaya pengelolaan atas website yang tidak ada sebesar Rp4.000.000. Terdapat belanja dana BOS untuk pembelian buku yang tidak sesuai pesanan sebesar Rp25.000.000. Terdapat bukti pertanggungjawaban dana BOS hanya berupa kwitansi tanpa keterangan yang lengkap sebesar Rp182.253.615 dan belanja tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp129.467.000. (BP)