LANGKAT (Portibi DNP) : Pengembalian uang dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) SMPN yang dilakukan oleh para Kepala Sekolah (Kepsek) diduga bakal menjadi “bola panas”. Pasalnya, yang berhak memberikan sanksi bukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), melainkan aparat penegak hukum. Demikian dikatakan pengacara Dedi Krismanto SH saat memberi komentar terkait pengembalian uang dana BOS SMPN di Kabupaten Langkat, Selasa (24/01/2023).
Menurutnya, sesuai dengan Pasal 26 (2) Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara menyebutkan bahwa, setiap orang yang tidak memenuhi kewajiban untuk menindaklanjuti rekomendasi yang disampaikan dalam laporan hasil pemeriksaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp500 juta.
Pasal tersebut menunjukkan bahwa, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menjalankan amanat Undang-undang untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. “Bukan kewenangan BPK untuk menjatuhkan sanksi,” katanya. Ia menjelaskan, BPK hanya akan melaporkan rekomendasi yang tidak ditindaklanjuti setelah melewati beberapa tahap peringatan. Jika tidak ada respon, BPK akan melaporkannya ke penegak hukum untuk ditindaklanjuti. “Jadi, yang berhak memberikan sanksi atas tindakan yang terjadi adalah penegak hukum, bukan BPK,” tegasnya.
Sama halnya dengan pengacara OK Sofyan Taufik SH.MH, ia juga menjelaskan bahwa, dalam hal tindak pidana korupsi, ada beberapa strategi dalam proses pemberantasan korupsi di Indonesia yang harus dijalankan. Antara lain, strategi pencegahan, strategi penghukuman, dan strategi pengembalian aset korupsi. Tujuan dari strategi tersebut adalah terciptanya kesadaran anti korupsi masyarakat. “Kerugian tindak pidana korupsi itu ada dua, yaitu kerugian Immateriil dan kerugian materiil. Kerugiaan immateriil ini jangan sampai terlupakan dalam hukum pidana. Kalau kerugian materiil dihapuskan, apa bedanya dengan hukum perdata.” ujarnya.
Sekadar latar, berdasarkan data yang dihimpun dari laporan keuangan Pemkab Langkat Tahunn Anggaran 2021, Sabtu (21/01/2023), tercatat beberapa Kepala Sekolah (Kepsek) SMPN yang ada di Kabupaten Langkat mengembalikan uang Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Totalnya pun tak tangung-tanggung. Sekitar 1 miliar lebih. Para Kepsek mengembalikan uang lantaran terjadi kelebihan pembayaran dana BOS dan pertanggungjawaban dana BOS tidak diyakini kebenarannya.
Diantaranya, terdapat bukti pertanggungjawaban belanja barang dan jasa yang lebih besar dari kondisi senyatanya sebesar Rp334.869.929. Terdapat kekurangan volume atas belanja modal dana BOS sebesar Rp137.146.204. Terdapat SPJ belanja barang dan jasa serta belanja modal yang tidak dilakukan pembelian sebesar Rp175.512.696. Pembayaran honor penyusunan laporan dana BOS sebesar Rp81.988.221 tidak sesuai petunjuk teknis.
Terdapat belanja dana BOS untuk biaya pengelolaan atas website yang tidak ada sebesar Rp4.000.000. Terdapat belanja dana BOS untuk pembelian buku yang tidak sesuai pesanan sebesar Rp25.000.000. Terdapat bukti pertanggungjawaban dana BOS hanya berupa kwitansi tanpa keterangan yang lengkap sebesar Rp182.253.615 dan belanja tidak didukung bukti pertanggungjawaban sebesar Rp129.467.000.
Muncul pertanyaan :
1. Dari mana uang pengembalian itu didapat para Kepsek. Apakah pemotongan gaji atau hutang?.
2. Lalu, apa tindakan Kepala Dinas Pendidikan Langkat terkait temuan ini. Apakah para Kepsek diberikan sanksi berupa pencopotan sebagai Kepsek?.
Untuk mengetahui jawaban tersebut, portibi.id lalu mempertanyakan pertanyaan itu kepada Kepala Dinas Pendidikan Langkat Saiful Abdi. Melalui pesan WhatsApp ia menjawab seperti ini. “Lebih lengkapnya hubungi Pak Jarot inspektorat aja adinda atau pak misno dinda. Karena dana BOS itu swakelola, jadi yang mengembalikan juga kepala sekolah dinda,” katanya, tanpa merinci sanksi apa yang diberikan kepada para Kepsek dan dari mana uang para Kepsek mengembalikan temuan tersebut. (BP)