Foto: Gedung KPK / net
LANGKAT (Portibi DNP) : Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) menemukan adanya dugaan saldo aset tetap Jalan Irigasi dan Jaringan (JIJ) sebesar Rp36.639.170.092 tidak sesuai kondisi senyatanya dan berdampak kepada perhitungan beban penyusutan yang berpotensi lebih saji di Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP) Kabupaten Langkat.
Temuan itu tertulis pada Laporan Hasil (LHP) BPK atas Laporan Keuangan (LK) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Langkat Tahun Anggaran (TA) 2022, Tanggal 18 Mei 2023.
Mengomentari hal di atas, Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Gerakan Pemantau Kinerja Aparatur Negara (Gempur) Kabupaten Langkat, Hermansyah, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta untuk segera memanggil dan memeriksa Kadis DPKP Kabupaten Langkat.
Ia menilai, ada dugaan kecurangan (fraud) dalam hal ini. Dimana, pengurus barang mencatat aset Jalan Usaha Tani (JUT) pada Kartu Inventaris Barang (KIB). Akan tetapi, pengurus barang tidak pernah melakukan penelusuran atau sensus.
“Inikan aneh, pengurus barang mencatat aset tetapi tidak pernah melakukan penelusuran,” katanya kepada media online portibi.id, Jumat (17/11/2023).
Oleh sebab itu, ia pun berharap agar KPK segera memanggil Kadis DPKP Langkat. “Jika dalam waktu dekat ini pihak KPK tidak juga melakukan pemanggilan, maka DPC Gempur Kabupaten Langkat akan menyurati KPK di Jakarta,” ujarnya.
Sekadar latar, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Provinsi Sumatera Utara menemukan adanya saldo aset tetap Jalan Irigasi dan Jaringan (JIJ) sebesar Rp36.639.170.092 tidak sesuai kondisi senyatanya dan berdampak kepada perhitungan beban penyusutan yang berpotensi lebih saji.
Demikian tertulis pada Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Sumut, atas Laporan Keuangan (LK) Pemerintah Kabupaten Langkat Tahun Anggaran (TA) 2022, tanggal 18 Mei 2023.
Pada LHP tersebut dijelaskan bahwa, hasil pemeriksaan atas KIB D dan wawancara pengurus barang yang dilakukan BPK pada Dinas Pertanian Kabupaten Langkat, diketahui terdapat 926 unit aset JIJ sebesar Rp36.639.170.092, berupa Jalan Usaha Tani (JUT), sumur bor untuk irigasi tanah dangkal, bangunan waduk berupa embung dan jaringan irigasi tersier yang telah diserahkan kepada kelompok tani/masyarakat namun masih tercatat pada KIB D.
Aset tersebut merupakan perolehan Tahun 2013 sampai dengan Tahun 2016. Hasil penelusuran lebih lanjut yang dilakukan BPK, diketahui sebagai berikut.
1) Dari 926 unit aset JIJ tersebut, diantaranya terdapat 832 aset JIJ sebesar
Rp27.916.848.730, tidak dilengkapi infomasi luasan, dimensi panjang
dan lebarnya.
2) Seluruh aset tersebut dibangun di atas tanah masyarakat/desa sehingga status
informasi tanahnya tidak tercatat pada KIB A.
Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan BPK secara uji petik (audit sampling) atas keberadaan JUT, sumur bor untuk irigasi tanah dangkal, dan jaringan irigasi tersier dan konfirmasi kepada kelompok tani, serta keterangan pengurus barang diperoleh penjelasan sebagai berikut.
1) JUT
a) Dari sembilan ruas JUT, diketahui terdapat tiga ruas JUT yang dapat
ditelusuri keberadaanya. Dari tiga ruas tersebut, dua diantaranya telah
ditingkatkan fungsinya oleh masyarakat menjadi jalan desa.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan catatan pada KlB. Sedangkan enam ruas
JUT tidak diketahui keberadaannya, meskipun pada kolom keterangan KIB telah dilengkapi informasi lokasi asetnya.
b) Pengurus barang menyatakan aset JUT dicatat pada KIB berdasarkan dokumen kontrak yang menyajikan informasi nilai dan lokasi pekerjaan.
Namun, atas keberadaan aset tersebut tidak pernah dilakukan penelusuran atau sensus, sehingga pengurus barang tidak dapat menjelaskan atas kondisi dan keberadaan aset JUT sesuai KIB.
2) Sumur bor untuk irigasi tanah dangkal dan jaringan irigasi tersier
(a) Terdapat tiga kelompok tani telah menerima dan memanfaatkan sumur
bor untuk irigasi tanah dangkal sebanyak 15 unit dan satu unit jaringan
irigasi tersier yang terletak pada area persawahan kelompok tani sesuai
dengan usulan bantuan yang pernah disampaikan kepada Dinas Pertanian.
(b) Ketua kelompok tani telah menandatangani BAST pada tahun 2015 yang disaksikan oleh tokoh masyarakat namun dokumen tersebut ditarik
kembali oleh pihak Dinas Pertanian sehingga kelompok tani tidak
memiliki dokumen pertinggal.
(c) Pengurus barang menginformasikan secara lisan bahwa BAST tersebut
tidak dapat diperoleh karena diminta oleh aparat penegak hukum untuk
diteliti terkait hal-hal tertentu.
Sampai dengan berakhirnya pemeriksaan,
BAST tersebut tidak dapat ditunjukkan kepada tim pemeriksa.
(d) Pengurus barang telah mengusulkan penghapusan atas aset tersebut pada
tahun 2018, namun usulan penghapusan tersebut ditolak oleh Bidang Aset BPKAD karena tidak didukung BAST dari Dinas Pertanian kepada kelompok tani.
Atas 926 unit aset JIJ yang tidak dapat ditelusuri keberadaanya dan tidak
didukung dengan dokumen BAST, BPK tidak dapat melakukan usulan koreksi
reklasifikasi atas aset yang telah diserahkan ke masyarakat.
Menurut BPK, hal tersebut disebabkan oleh, Kabid Aset pada saat melaksanakan koordinasi dan rekonsiliasi penyusunan laporan BMD dengan SKPD terkait tidak cermat dalam mencatat kelengkapan informasi BMD, khususnya informasi utama seperti luasan tanah, ukuran dimensi aset gedung dan bangunan serta JIJ yang diinput SKPD terkait.
Atas permasalahan tersebut, Kepala BPKAD selaku pejabat penatausahaan Barang Milik Daerah (BMD) menyatakan akan lebih optimal dalam membantu Sekretaris Daerah (Setda) selaku pengelola BMD dalam melakukan pengawasan dan pengamanan BMD.
BPK merekomendasikan kepada Bupati Langkat agar memerintahkan Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan mengintruksikan kepada pengurus barang untuk memproses dokumen BAST atas 926 unit aset tetap JIJ sebesar Rp36.639.170.092.
Sayangnya, hingga berita ini dibuat, media online portibi.id, belum mendapat keterangan resmi dari Pemerintah Kabupaten Langkat, apakah rekomendasi tersebut sudah ditindaklanjuti atau belum. (BP)